Tribun Roban Televisi - Batang – Program Ketahanan Pangan Tahun 2024 kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, dugaan penyimpangan mencuat di Desa Lebo, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, menyusul pembelanjaan sapi oleh Kelompok Tani Ternak Mukti Sejati yang kuat dugaan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Program yang seharusnya memberdayakan petani justru menimbulkan pertanyaan besar soal transparansi dan tata kelola dana. Kamis, (20/02/2025).
Penelusuran awak media Tribunhits TV ke lokasi Kandang sapi Kelompok Tani Ternak “Mukti Sejati” Desa Lebo Kecamatan Warungasem Kab. Batang mendapati adanya 3 ekor anak sapi dan 2 Sapi Perah Dewasa. hal ini menjadikan pertanyaan, apakah Dana Desa Tahap 1 Tahun 2024 yang diduga adalah untuk Program Ketahanan Pangan sudah sesuai Pembelanjaannya?
Salah satu anggota kelompok tani Ternak berinisial F ketika dikonfirmasi menyatakan tidak mengetahui detail alokasi dana yang turun dari program tersebut. “Saya tidak tahu berapa dana yang turun. Semua diurus Ketua Kelompok. Kami hanya menerima sapi saja,” ujarnya. Ia juga mengeluhkan ketiadaan dana operasional untuk pakan dan pemeliharaan.
“Kami harus iuran sendiri agar sapi tetap dirawat,” tambahnya.
Ketua Kelompok Mukti Sejati, Ulum Kuswanto, Ketika dikonfirmasi akhirnya angkat bicara. Ia membenarkan bahwa kelompoknya menerima dana sebesar Rp150.000.000 untuk pengadaan sapi perah, serta Rp. 77.800.000 untuk pembangunan kandang. Dana tersebut digunakan untuk membeli lima ekor sapi perah di pasar sapi Boyolali, Kecamatan Semarang, dengan metode pemesanan melalui telepon.
Metode pembelian seperti ini pun menimbulkan tanda tanya. Tanpa proses verifikasi langsung di lapangan atau lelang terbuka, kuat dugaan bahwa pembelanjaan berisiko tidak sesuai spesifikasi maupun harga yang ideal. Apalagi jika dikaitkan dengan keluhan anggota kelompok soal kualitas sapi dan beban biaya operasional yang ditanggung mandiri.
Miris, kondisi dilapangan memperlihatkan dugaan ketidak sesuaian pembelanjaan Sapi, karena di kandang tersebut hanya ada 3 anak sapi dan 2 sapi perah Dewasa. Ulum menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena sekitar bulan Oktober 2024, salah satu sapi yang dibeli sempat terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK), dengan gejala mengeluarkan banyak liur.
“Karena ada gejala PMK, sapi itu kami kembalikan dan ditukar dengan sapi yang sehat melalui penjual pertama di pasar Boyolali. Jadi keberadaan sapi yang ada sekarang hasil dari penukaran tersebut,” jelasnya.
“ada juga sapi yang sedang sakaratul maut saya panggilkan Jagal orang wiradesa Pekalongan mas, disembelih di kandang dan sapi tersebut dihargai Rp. 6.000.000. Adapun sapi yang mati sudah saya laporkan ke dinas dilampiri foto. Untuk berita acara, pak carik yang membuatkan termasuk pembuatan LPJ nya. Kalo pengen tau rincian jelasnya silahkan tanya langsung ke pak carik (Sekdes)” tambahnya.
Penjelasan ini membuka bab baru dalam polemik yang tengah berkembang. Meski penukaran disebut sebagai langkah tanggap terhadap kondisi sapi yang sakit, prosesnya tetap menuai pertanyaan: apakah mekanisme pengembalian dan penggantian dilakukan sesuai prosedur, dan apakah ada dokumentasi resmi atas peristiwa tersebut?
Hal senada disampaikan juga oleh Bendahara Kelompok Mukti Sejati. Yakub ketika dikonfirmasi terkait dengan pembelanjaan pengadaan sapi perah yang bersumber dari Dana Desa Tahap 1 tidak bisa memberikan jawaban yang konkret terkait hal tersebut.
“Masalah sapi itu sudah mati semua mas, kalo saya ceritakan percuma tok. Njenengan kalo mau tanya ya langsung ke Balai Desa saja. Datanya disana semua. Saya takut salah karena tidak pegang data”. Ucap Yakub kepada awak media.
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Desa maupun Sekretaris Desa Lebo belum bisa dikonfirmasi terkait temuan tersebut. Di tengah derasnya sorotan, publik mendesak agar pihak terkait, termasuk Dinas Ketahanan Pangan dan aparat penegak hukum, segera melakukan klarifikasi, audit, dan jika perlu penyelidikan lebih lanjut terhadap penggunaan dana program tersebut.
Program ketahanan pangan semestinya membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Namun, jika tak dikelola secara transparan dan akuntabel, potensi penyalahgunaan bisa menjadi ancaman serius terhadap kepercayaan publik dan efektivitas kebijakan. Bersambung......(Red)
“Bila anda merasa keberatan dan dirugikan atas tayangan / berita ini, Silahkan anda menggunakan Hak Jawab atau Hak Koreksi sesuai Undang-Undang Pokok Pers No. 40 Tahun 1999” Kami wajib menayangkan.